Mentok, Aktivitas pertambangan darat yang dilakukan CV AMR diduga ilegal kembali menjadi sorotan publik. Kegiatan penambangan darat yang berlokasi di Desa Menjelang, Kecamatan Mentok, Bangka Barat, memunculkan tanda tanya besar terkait kejelasan status perizinannya.
Berdasarkan sumber terpercaya dari Satgas PT Timah mengatakan kegiatan tersebut harus melampirkan papan plank kegiatan dilokasi dan adanya pengawasan dari PT Timah.
"Jika aktifitas penambangan darat apalagi masuk IUP PT Timah maka CV AMR tersebut harus memasang Plank kegiatan di lokasi tersebut dan juga adanya pengawasan dari PT Timah Tbk, walaupun aktifitas baru mulai harus terpenuhi dulu dua persyaratan itu," kata sumber terpercaya yang merupakan salah satu Satgas.
Dilain waktu, Minto selaku pemilik alat berat sekaligus pengelola tambang yang dipercaya oleh CV AMR ketika di konfirmasi menjawab singkat melalui pesan WA pribadinya.
"Masalah ini silahkan langsung aja komunikasinya dengan pemilik CV AMR," jawabnya seraya mengirim Kontak person pemilik CV AMR.
Sementara itu dari pemberitaan sebelumnya dibeberapa media online pada Sabtu (15/11/2025), tampak dua unit alat berat jenis excavator tengah beroperasi menggali tanah yang diduga mengandung pasir timah. Di area tersebut tidak ditemukan papan informasi operasional, plang resmi perusahaan, maupun kehadiran petugas lapangan sebagaimana lazimnya tambang berizin.
Seorang sumber di lapangan yang enggan disebutkan identitasnya menyebut bahwa aktivitas itu diduga milik seorang pria bernama Minto. Ia juga mengklaim bahwa kegiatan tersebut merupakan tambang resmi milik PT Timah.
“Setahu kami ini tambang resmi PT Timah,” ujar sumber tersebut.
Namun, temuan faktual di lapangan memberikan gambaran berbeda. Tidak adanya identitas legal, ketiadaan pengawasan, serta absennya satuan pengamanan (security) memperkuat dugaan bahwa aktivitas tersebut belum mengantongi izin operasional resmi.
Sorotan publik juga mengarah kepada pemilik alat berat yang diduga berani menyewakan dua unit excavator tersebut meski legalitas lokasi kerja belum jelas. Keberanian pemilik alat untuk tetap mengoperasikan armada dalam kondisi status lahan tidak transparan menambah panjang pertanyaan mengenai koordinasi, pengawasan, dan potensi pembiaran terhadap aktivitas tambang yang tidak terverifikasi.
Sumber lain turut menyinggung dugaan adanya “pihak kuat” yang melindungi kegiatan tersebut sehingga proses penegakan hukum terkesan mandek. Namun hingga kini belum ada keterangan resmi yang dapat mengonfirmasi dugaan tersebut.