SUARA KEADILAN | Padang Lawas ,
Dugaan praktik korupsi dana desa kembali mencuat di wilayah Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Kali ini, kasus tersebut diduga melibatkan Kepala Desa Sihaporas berinisial R bersama bendaharanya berinisial K. Lebih mengejutkan, informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa bendahara desa tersebut merupakan anak kandung dari sang kepala desa.
Berdasarkan data yang berhasil diperoleh, total pagu anggaran Dana Desa Sihaporas tahun 2024 mencapai Rp 734.488.000. Hingga saat ini, dana tersebut telah disalurkan dalam dua tahap, yakni sebesar Rp 356.453.800 atau 48,53% pada tahap pertama, dan Rp 378.034.200 atau 51,47% di tahap kedua. Sementara untuk penyaluran tahap ketiga belum direalisasikan.
Berikut rincian penyaluran Dana Desa Sihaporas tahun 2024:
Keterangan Nilai (Rp) Persentase (%)
Pagu Anggaran 734.488.000 100
Penyaluran Tahap 1 356.453.800 48,53
Penyaluran Tahap 2 378.034.200 51,47
Penyaluran Tahap 3 0 0,00
Sementara itu, alokasi anggaran desa digunakan untuk sejumlah program, di antaranya:
Kegiatan Jumlah Anggaran (Rp)
Penyelenggaraan Desa Siaga Kesehatan 35.300.000
Dukungan PAUD (APE, Sarana, dll) 63.843.200
Ketahanan Pangan Tingkat Desa 188.255.600
Peningkatan Kapasitas Perangkat Desa —
Lembaga Pemberantasan Korupsi (LPK) menyebutkan adanya indikasi kuat penggelembungan anggaran dan kegiatan fiktif dalam pelaksanaan program-program tersebut. Kejanggalan semakin mencuat ketika diketahui posisi bendahara desa dipegang oleh anak kandung kepala desa, yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam pengelolaan keuangan desa.
“Dugaan penyalahgunaan wewenang ini sangat jelas, apalagi dengan jabatan bendahara dipegang oleh anak kades. Kami akan segera menyurati aparat penegak hukum (APH) untuk memproses secara hukum,” ujar seorang perwakilan LPK kepada media.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak Kepala Desa Sihaporas maupun bendahara desa belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan tersebut.
Kasus ini diharapkan segera diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Sebab, sesuai Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara dapat diancam pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 50 juta.
Red